Selasa, 01 Januari 2008

OBLIGASI NEGARA : TREND BARU BERINVESTASI

Pasca krisis pasar reksadana di pertengahan tahun 2005 sempat memunculkan rasa ketidak-amanan masyarakat dalam melakukan investasi di pasar modal. Hal tersebut menyebabkan masyarakat semakin lebih mencari investasi yang aman dalam menempatkan dana-dananya.

Berbagai pengalaman yang telah dijalani oleh masyarakat tersebut (sejak pasca krisis moneter dipertengahan tahun 1997, krisis pasar reksadana di pertengahan tahun 2005 dan hingga kemudian krisis sub-prime morgage dibulan Agustus 2007) memicu masyarakat semakin sangat teliti dan sangat berhati-hati dalam melakukan investasi baik di instrumen perbankan maupun pasar modal. .

Dengan didasari hal-hal tersebut, Pemerintah sejak pertama kali menerbitkan Obligasi Retail Indonesia seri-001 ditahun 2006 hingga penerbitan ORI seri-003 bulan September yang lalu, terus berupaya meng-edukasi masyarakat Indonesia, dari ‘saving society’ untuk naik menjadi ‘investing society’. Dengan diterbitkannya ORI, selain merupakan diversifikasi sumber pendanaan pembangunan bagi pemerintah , pemerintah juga mencoba menjadikan ORI sebagai perluasan pilihan bagi masyarakat untuk berinvestasi, terutama dalam hal jumlah minimum investasi yang relatif kecil dibandingkan dengan investasi pada surat utang lainnya yang telah ada.

Dalam rangka membiayai defisit anggaran pemerintah, Selain menerbitkan Obligasi Negara dalam mata uang Rupiah (Local Currency) Pemerintah juga beberapa kali menerbitkan Obligasi Negara dalam valuta asing (Foreign Currency).

Dalam rangka membiayai defisit anggaran pemerintah tersebut, Pemerintah Indonesia belakangan ini cukup aktif menerbitkan Obligasi Negara.

Namun demikian, keberhasilan pemerintah dalam upaya untuk menurunkan prosentase jumlah hutangnya beberapa tahun terkahir ini, dimana pemerintah menargetkan penurunan tersebut sampai 30% dibanding GDP pada tahun 2009, menandakan persepsi kemampuan pemerintah untuk membayar hutangnya semakin besar.

Penguatan nilai tukar Rupiah, optimisme Bank Indonesia terhadap kecenderungan penurunan inflasi dan suku bunga, kondisi eksternal (perkembangan suku bunga global) yang sedikit membaik dan naiknya peringkat utang Indonesia juga telah semakin memberikan kepercayaan pelaku pasar terhadap prospek ekonomi dan pasar obligasi Indonesia.

Membaiknya peringkat hutang dan kepercayaan terhadap Pemerintah tersebut memicu animo masyarakat dalam melakukan investasi di Obligasi Negara. Meningkatnya permintaan akan berinvestasi di Obligasi Negara tersebut adalah selain dikarenakan searah dengan turunnya tingkat bunga perbankan lokal dan US Federal Reserve, tetapi juga dikarenakan oleh Obligasi Negara tersebut dijamin pemerintah Indonesia.

Animo masyarakat dalam melakukan investasi di Obligasi Negara tercermin langsung dari total jumlah Obligasi Negara yang dibeli oleh investor (perorangan maupun institusi).

Semakin banyaknya animo investor (Perorangan dan Institusi) terhadap instrumen obligasi negara (valuta rupiah & valuta asing) menyebabkan semakin naiknya harga-harga obligasi tersebut, yang juga dengan sendirinya menyebabkan semakin turunnya Yield yang diharapkan dalam investasi pada obligasi.

Perkembangan distribusi penjualan dan perluasan basis investor dalam setiap penerbitan Obligasi Negara yang diterbitkan akhir-akhir ini juga menunjukan bahwa selain investor institusi, para investor perorangan juga semakin meningkat minat investasinya.

Minat investor perorangan terhadap obligasi negara dalam valuta asing biasanya dilakukan melalui Private Banking, Hedge Fund dan Manajer Investasi.

Sedangkan untuk Obligasi Negara dalam valuta rupiah (Local Currency), meningkatnya animo investor perorangan dalam melakukan investasi di Obligasi Negara sangat jelas terlihat dari total jumlah Obligasi Negara Ritel (ORI) yang dibeli oleh masyarakat.

Ditahun 2006, ORI-seri 001 telah berhasil menghimpun dana mencapai Rp 3,2 triliun, sedangkan melalui penerbitan ORI seri-002 di bulan Maret 2007 pemerintah juga berhasil menghimpun dana mencapai Rp. 6 Trilyun. Bahkan pada bulan September 2007 pemerintah kembali berhasil menghimpun dana mencapai Rp. 9,36 Trilyun.

Sambutan yang luar biasa dari investor perorangan terhadap ORI 003 beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa krisis di pasar finansial global akibat rontoknya pasar kredit hipotik Amerika Serikat tidak menyurutkan minat masyarakat terhadap ORI003.

Perluasan basis investor sebagai target penerbitan Obligasi Negara Ritel sejak awal diterbitkan ORI001 s/d ORI003 juga menunjukan betapa semakin bertambah luasnya minat masyarakat dalam berinvestasi di Obligasi.

Sebagai contoh, dalam penerbitan ORI003 pada bulan September 2007 lalu terlihat adanya peningkatan pembelian ORI di wilayah Indonesia bagian tengah dan timur, baik itu dari sisi volume pemesanan maupun jumlah investor.

Dari sisi profesi, profil investor yang paling besar dalam pembelian ORI003 adalah wiraswasta (24,38%) yang diikuti oleh pegawai swasta (23,76%) dan ibu rumah tangga (21,95%). Kenaikan jumlah investor ibu rumah tangga merupakan fenomena yang cukup menarik yang mengindikasikan bahwa merekalah pemilik dana yang cukup besar dari sisi ritel. Dengan bertambahnya jumlah investor individu di pasar obligasi hal ini akan menciptakan kedalaman pasar (market deepness) yang merupakan salah satu pilar kekuatan sistem keuangan suatu negara.

Dari sisi kelompok umur investor dengan usia 41–55 tahun (40%) dan 25–40 tahun (31%) menempati posisi teratas dalam jumlah pemesanan, sementara jumlah pemesan terbesar pada range >100 s/d 500 juta (31,70%) dan >5 s/d 50 juta (26,80%).

Dengan melihat kondisi-kondisi tersebut diatas, maka dapat kita katakan bahwa saat ini tidak hanya para investor perorangan yang mempunyai uang banyak saja yang berminat untuk berinvestasi di Obligasi Negara (biasanya dilakukan melalui Private Banking dan Manajer Investasi), tetapi masyarakat umum juga semakin banyak yang berminat dalam berinvestasi di Obligasi Negara.

Semakin banyaknya masyarakat yang melakukan investasi di Obligasi Negara, khususnya dalam hal ORI, juga tidak terlepas dari kegiatan sosialisasi yang terus-menerus dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang bersama-sama agen penjual yang berdampak pada semakin meningkatnya pemahaman masyarakat terhadap manfaat dan risiko ORI. Ini membuktikan bahwa kegiatan sosialisasi dan komunikasi intensif kepada masyarakat merupakan suatu hal yang penting dalam mengembangkan pasar keuangan domestik.

Upaya yang berkesinambungan oleh Pemerintah dalam merubah kebiasaan masyarakat yang tadinya sekedar menabung menjadi pelaku investasi, juga terlihat dalam pernyataan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan bahwa; Pemerintah secara terus menerus melakukan pengembangan pasar ritel dengan melakukan: a) penerbitan ORI secara periodik dalam rangka market deepening dan benchmarking harga ORI di pasar sekunder, mengingat ORI adalah tradable instrument; b) Diversifikasi instrumen ritel dengan menerbitkan instrumen ritel berbasis syariah segera setelah UU SBSN diberlakukan; c) Kerjasama dengan SROs pasar modal untuk mengembangkan berbagai infrastruktur di pasar sekunder dalam rangka meningkatkan keamanan, kenyaman, kemudahan bagi para investor individu bertransaksi Surat Berharga Negara ritel; d) Melakukan sosialisasi secara berkelanjutan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat untuk menjadi pemodal dan tidak hanya sekedar penabung.

Semoga dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat dalam berinvestasi pada Obligasi Negara tersebut maka slogan ‘berinvestasi membangun negeri’ dapat terwujud secara nyata.

Selamat berinvestasi.!!

Tidak ada komentar: