Indonesian Wealth Management Market – 2025
A. Pasar Indonesia
Indonesia sedang bergerak naik
kelas menjadi salah satu lokomotif utama penciptaan kekayaan di Asia, bukan
sekadar pasar pinggiran. Data Indonesian Wealth Management Market Report
yang diterbitkan oleh Jakarta Private Bankers Club (JPBC) menunjukkan
bahwa populasi HNWI Indonesia tumbuh dari sekitar 160 ribu orang pada 2019
menjadi 186 ribu orang pada 2024, dan diperkirakan masih akan naik lagi menjadi
kurang lebih 202 ribu orang pada 2026. Dalam periode yang sama, total kekayaan
yang dikuasai kelompok ini meningkat dari USD 1,09 triliun menjadi USD 1,47
triliun, dengan rata-rata kekayaan per individu sekitar USD 7,29 juta.
Angka-angka ini mengirim sinyal yang sangat jelas: basis nasabah kaya di
Indonesia bukan hanya bertambah secara kuantitatif, tetapi juga semakin tebal
secara kualitas, sehingga ruang untuk pertumbuhan bisnis wealth management
masih sangat besar.
Pada level yang lebih eksklusif,
segmen Ultra High Net Worth Individual (UHNWI) Indonesia juga
menunjukkan tren kenaikan yang konsisten. Pada 2019, terdapat sekitar 1.267
individu dengan kekayaan di atas USD 30 juta, dan jumlah ini diperkirakan
meningkat menjadi sekitar 1.700 orang pada 2026, dengan total kekayaan
mendekati USD 500 miliar. Dari sudut pandang strategi, ini adalah segmen yang
sangat menarik karena kebutuhan mereka jauh lebih kompleks: mulai dari struktur
pajak lintas yurisdiksi, estate & succession planning, family
office set-up, hingga diversifikasi global. Artinya, institusi keuangan
yang mampu membangun proposisi layanan khusus UHNWI, bukan sekadar menempelkan
label “priority” atau “private”, akan berada di posisi unggul untuk mengamankan
wallet share kelompok ultra-kaya ini.
Jika dilihat secara struktural,
laju pertumbuhan ini juga tercermin dalam indikator pertumbuhan majemuk.
Populasi HNWI Indonesia meningkat 26,3% dalam periode 2019–2026 dengan CAGR
sekitar 3,4% per tahun, sementara total kekayaan mereka tumbuh 35% dengan CAGR
sekitar 4,4% per tahun. Hal ini berarti kekayaan tumbuh lebih cepat daripada
jumlah orangnya, sehingga rata-rata “ketebalan dompet” per HNWI juga makin
besar. Bagi pelaku wealth management, situasi ini mendorong pergeseran fokus
dari sekadar acquisition berbasis volume ke relationship deepening
berbasis nilai: bukan hanya mengejar berapa banyak nasabah kaya yang berhasil
direkrut, tetapi seberapa besar proporsi kekayaan mereka yang berhasil dikelola
melalui solusi investasi, proteksi, dan perencanaan keuangan yang komprehensif.
B. Perbankan dan Pasar Modal di Indonesia
Sektor perbankan dan pasar modal
Indonesia menjadi fondasi infrastruktur yang menentukan seberapa jauh industri
wealth management bisa tumbuh. Dari sisi perbankan, data menunjukkan bahwa total
dana pihak ketiga (DPK) meningkat dari sekitar Rp7.932 triliun pada 2022
menjadi Rp8.536 triliun pada 2024. Artinya, likuiditas yang terhimpun di sistem
perbankan terus membesar dan menjadi “bahan baku” utama yang dapat dikonversi
menjadi berbagai solusi investasi, mulai dari deposito berjangka, structured
product, hingga produk investasi berbasis bank lainnya. Menariknya, DPK
syariah tumbuh lebih cepat, naik dari Rp619 triliun menjadi Rp755 triliun
pada periode yang sama. Hal ini mengindikasikan meningkatnya minat nasabah
terhadap produk keuangan berbasis nilai dan prinsip syariah. Bagi pelaku wealth
management, kondisi ini membuka ruang luas untuk memperkuat lini sharia
wealth management dengan produk dan advisory yang lebih tersegmentasi.
Di sisi lain, pasar modal
Indonesia memberikan pilar kedua yang tak kalah penting bagi pengembangan
solusi wealth management. Kapitalisasi pasar saham meningkat dari Rp9.523
triliun pada 2022 menjadi Rp12.336 triliun pada 2024, yang mencerminkan
kenaikan nilai perusahaan publik dan kedalaman pasar yang kian membaik. Pada
saat yang sama, nilai investasi investor perorangan di saham meningkat dari
Rp1.408 triliun menjadi Rp1.728 triliun, dan investasi perorangan di obligasi
serta reksa dana juga tumbuh secara konsisten. Hal ini menandakan bahwa kelas
menengah atas dan HNWI semakin aktif memanfaatkan instrumen pasar modal sebagai
bagian dari portofolio mereka, tidak lagi hanya bergantung pada deposito dan
properti.
Dari perspektif strategi,
kombinasi basis dana perbankan yang besar dan pasar modal yang terus berkembang
menjadikan Indonesia sangat siap untuk melompat ke fase wealth management yang
lebih sophisticated. Bank memiliki amunisi likuiditas dan basis nasabah
(customer base), sementara pasar modal menyediakan spektrum instrumen
untuk membangun multi-asset portfolio: kas, obligasi, saham, reksa dana,
hingga instrumen alternatif. Tugas pelaku wealth management adalah menjahit
keduanya menjadi value proposition yang utuh: mengonversi dana
menganggur (idle funds) nasabah di bank menjadi portofolio
terdiversifikasi di pasar modal, dengan tetap memperhatikan profil risiko,
tujuan keuangan, serta preferensi nilai (konvensional maupun syariah). Dengan
fondasi seperti ini, ruang untuk memperdalam hubungan (wallet share) dan
meningkatkan kualitas advisory terhadap HNWI dan UHNWI di Indonesia masih
sangat besar.
C. Pergeseran Komposisi Aset Orang Kaya Indonesia
Berdasarkan Indonesian Wealth
Management Market Report (JPBC), terlihat bahwa pergeseran komposisi aset
HNWI Indonesia merupakan perubahan struktural, bukan sekadar tren sementara.
Dalam beberapa tahun terakhir, porsi aset finansial dalam kekayaan orang
kaya Indonesia naik signifikan dari 32,7% pada 2020 menjadi 43,5% pada 2024,
sementara aset non-finansial seperti properti dan bisnis pribadi turun
dari 67,3% menjadi 56,5%. Ini berarti portofolio HNWI yang dahulu sangat “berat
aset fisik” kini bergerak menuju profil yang lebih likuid, terdiversifikasi,
dan market-oriented, dengan porsi yang semakin besar pada instrumen
pasar modal, obligasi, dan produk reksa dana.
Jika dibedah per kelas aset, arah
pergeserannya sangat konsisten. Untuk horizon 2022–2025, cash & setara
kas diproyeksikan naik dari sekitar 20–25% menjadi 24–29%, mencerminkan
preferensi likuiditas yang tinggi di tengah ketidakpastian. Obligasi dan
pendapatan tetap naik dari kisaran 20% menjadi sekitar 27%, menunjukkan
kebutuhan akan stabilitas dan pendapatan kupon yang lebih pasti. Saham
(equities) meningkat dari 15–20% menjadi 19–24%, menandakan partisipasi
HNWI yang semakin aktif di pasar modal. Sebaliknya, properti turun dari
sekitar 35% menjadi 31%, mengindikasikan pergeseran bertahap dari aset fisik ke
aset finansial. Sementara itu, reksa dana dan aset alternatif relatif
stabil di kisaran 5–8%. Dari kacamata manajemen portofolio, ini adalah transisi
dari portofolio “single engine” (properti dan bisnis) menuju multi-engine
portfolio yang lebih tangguh terhadap siklus ekonomi.
Pergeseran ini sejalan dengan
modernisasi perilaku investasi generasi kaya Indonesia. Generasi pewaris
kekayaan baru jauh lebih terbuka terhadap instrumen keuangan modern dan
investasi digital, didukung oleh peningkatan literasi finansial, akses yang mudah
melalui platform digital, dan ekosistem wealth management yang makin matang di
Indonesia. Bagi institusi keuangan, implikasinya jelas: model bisnis yang dulu
bertumpu pada penyaluran kredit properti dan produk tradisional saja sudah
tidak cukup. Dibutuhkan proposisi wealth management yang komprehensif, multi-asset,
berbasis advisory, dan didukung platform digital, agar dapat menangkap
pergeseran dompet HNWI dari aset non-finansial ke aset finansial, sekaligus
mengunci hubungan jangka panjang dengan nasabah kaya yang semakin sophisticated
ini.
D. Offshore Wealth (Kekayaan yang Ditempatkan di
Luar Negeri)
Fenomena offshore wealth
Indonesia merupakan isu strategis jangka panjang, bukan sekadar pilihan “parkir
dana” sementara. Data JPBC menunjukkan bahwa sekitar 40% kekayaan HNWI
Indonesia masih ditempatkan di luar negeri, terutama di pusat-pusat keuangan
seperti Singapura. Penempatan aset ini didorong oleh beberapa faktor kunci:
stabilitas hukum dan regulasi, kemudahan akses perbankan internasional, serta
kebutuhan diversifikasi portofolio lintas yurisdiksi dan mata uang. Dengan kata
lain, banyak HNWI melihat offshore center bukan hanya sebagai tempat
yang “aman secara pajak”, tetapi sebagai ekosistem yang menawarkan
infrastruktur keuangan lengkap, mulai dari global custody, akses ke
produk internasional, hingga fleksibilitas manajemen kekayaan lintas negara.
Jika ditelusuri lebih jauh, pola
ini cukup konsisten meskipun pemerintah telah meluncurkan beberapa program tax
amnesty. Sebelum Tax Amnesty, 40–47% kekayaan HNWI Indonesia
dialokasikan ke luar negeri. Pada periode Tax Amnesty 2016–2017, porsi
ini sempat turun ke 30–35% karena adanya deklarasi dan repatriasi aset ke dalam
negeri. Namun setelah program pertama berakhir (2018–2021), persentase tersebut
kembali naik ke kisaran 38–40%, dan setelah Tax Amnesty kedua pada 2022
hingga 2023 kembali berada di sekitar 40%. Hal ini menunjukkan bahwa
program-program tersebut belum mampu menurunkan secara struktural kecenderungan
HNWI untuk menempatkan aset di luar negeri.
Bagi lembaga keuangan domestik,
pesan strategisnya sangat jelas: jika ingin mengurangi externalization of
assets ini, tidak cukup hanya mengandalkan insentif pajak. Bank dan pelaku
wealth management perlu meningkatkan daya saing produk, kualitas advisory, dan
kemampuan layanan lintas batas, misalnya melalui solusi onshore yang
memberikan akses global, struktur investasi yang efisien dan patuh regulasi,
serta layanan holistik yang membuat HNWI merasa tidak perlu lagi “keluar rumah”
hanya untuk mendapatkan standar layanan kelas dunia.
E. Sebaran HNWI Antarprovinsi dan Pulau di Indonesia
Sebaran HNWI antarprovinsi dan
pulau di Indonesia menjadi kunci untuk menyusun strategi geo-segmentasi
yang tepat. Data JPBC menunjukkan bahwa pertumbuhan jumlah HNWI tidak lagi
hanya terpusat di DKI Jakarta, tetapi mulai menyebar ke provinsi-provinsi
penyangga seperti Jawa Barat dan Banten, serta ke Jawa Timur yang memiliki
dinamika ekonomi kuat. Artinya, pusat kekayaan Indonesia bergerak dari pola
“satu kutub” (Jakarta-sentris) menuju pola multi-kutub, di mana
kantong-kantong kekayaan baru muncul mengikuti ekspansi sektor bisnis,
industrialisasi daerah, pertumbuhan kelas menengah atas, serta peningkatan
literasi finansial dan adopsi layanan wealth management di luar ibu kota.
Dilihat dari perspektif pulau, Pulau
Jawa masih menjadi episentrum utama kekayaan HNWI Indonesia, dengan porsi
sekitar ±72% dari total kekayaan HNWI nasional pada perkiraan 2025. Namun,
kawasan lain juga mulai menunjukkan bobot yang tidak bisa diabaikan: Sumatera
sekitar ±15%, Kalimantan ±5%, Sulawesi ±4%, Bali & Nusa
Tenggara ±4%, serta Maluku & Papua ±2%. Pola ini menggambarkan
bahwa meskipun konsentrasi kekayaan masih berat di Jawa, terdapat
kantong-kantong emerging di luar Jawa yang potensial menjadi target
ekspansi layanan wealth management, misalnya kota-kota besar di Sumatera,
kawasan tambang dan energi di Kalimantan, serta destinasi pariwisata dan
properti premium di Bali dan Nusa Tenggara.
Dari sisi strategi, gambaran
sebaran ini mengirim pesan yang sangat jelas bagi pelaku wealth management. Di
Jawa, khususnya lima provinsi utama, fokusnya adalah memaksimalkan volume
dan pendalaman hubungan dengan HNWI yang sudah mapan. Di Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Bali–Nusa Tenggara, dan Indonesia Timur, pendekatannya
lebih ke “emerging market strategy”: membangun kehadiran dengan model
yang scalable (kombinasi relationship manager lokal, layanan remote,
dan platform digital), mengedepankan edukasi finansial, serta menawarkan solusi
yang relevan dengan karakter kekayaan daerah (misalnya advisory untuk real
estate, bisnis komoditas, atau pariwisata). Dengan kata lain, peta sebaran
HNWI antarprovinsi dan pulau bukan hanya statistik, tetapi menjadi blueprint
operasional untuk menentukan di mana harus membuka kantor, bagaimana
mendesain model layanan, dan segmen mana yang harus diprioritaskan dalam 5–10
tahun ke depan.
F. Implikasi Strategis untuk Bisnis Wealth Management
Berdasarkan data Indonesian
Wealth Management Market Report (JPBC), sebaran HNWI antarprovinsi dan
pulau di Indonesia dapat dilihat sebagai “peta petunjuk lapangan” untuk
mendesain bisnis wealth management berbasis data, bukan sekadar insting.
Sebagai konsultan wealth management, implikasi strategis yang saya lihat antara
lain:
1. Segmentasi prioritas. Lembaga keuangan
perlu memusatkan sumber daya, relationship manager (RM) terbaik,
rangkaian produk paling lengkap, dan kapasitas advisory terdalam, pada lima
provinsi utama yang menyumbang porsi terbesar kekayaan HNWI, karena di sinilah
peluang volume dan wallet share paling besar bisa digarap.
2. Strategi hibrida untuk pasar menengah.
Untuk provinsi dengan pangsa kekayaan menengah (sekitar 0,5–2% dari total
nasional), dianjurkan pendekatan hybrid regional strategy, yaitu
kombinasi tatap muka langsung melalui in-person RM dengan dukungan digital
wealth management. Model ini menjaga kedekatan hubungan, tetapi tetap
efisien secara biaya operasional.
3. Fokus produk di wilayah emerging. Untuk
wilayah yang dikategorikan sebagai emerging market, fokuskan rangkaian
produk pada kebutuhan yang sangat spesifik: wealth accumulation, real
estate investment advisory, serta tax & compliance support. Di
daerah-daerah yang sedang naik kelas, nasabah membutuhkan bantuan
mengakselerasi pertumbuhan kekayaan, mengelola portofolio properti yang makin
kompleks, sekaligus memastikan kepatuhan pajak dan struktur legalnya rapi.
4. Model yang sangat scalable di provinsi kecil.
Untuk provinsi kecil dengan porsi kekayaan relatif rendah, strategi yang
disarankan adalah model yang sangat scalable: memaksimalkan RM remote,
layanan omni-channel (cabang/WhatsApp/aplikasi/web), serta event
edukasi finansial yang periodik. Dengan cara ini, cakupan nasional tetap luas
tanpa membuat cost-to-serve melonjak.
Secara keseluruhan, kekayaan HNWI
Indonesia tumbuh stabil namun masih sangat terkonsentrasi. Provinsi dengan
pertumbuhan tinggi seharusnya menjadi fokus ekspansi, dan seluruh temuan ini
idealnya diterjemahkan menjadi strategi nasional wealth management berbasis
geo-segmentasi. Peta sebaran HNWI antarprovinsi menjadi dasar penentuan
prioritas pasar, desain model layanan, hingga alokasi SDM dan teknologi dalam
5–10 tahun ke depan.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar