Rabu, 14 Oktober 2015
ORI012 dan Obligasi Negara bertenor 3 tahun
Seperti dalam tulisan saya sebelumnya, bahwa sebaiknya kita berbelanja pada saat sedang ada hargo diskon, karena dengan beli barang pada saat diskon maka kita mendapatkan keuntungan karena harganya lebih murah dibanding yang seharusnya.
2) ORI-12 bertenor 3 tahun dengan Kupon 9% yang sedang ditawarkan saat ini di pasar perdana adalah dengan harga par atau 100% atau juga dengan YTM 9% pa.
3) Berarti kalau kita lihat harga ORI-12 yang ditawarkan dengan harga 100% (at par).jika dibandingkan YTM Obligasi Negara tenor 3 tahun yang diminati dan ditransaksikan oleh investor di pasar saat ini (Yield 8,59%), maka terlihat bahwa dengan membeli ORI-12 di harga 100% itu berarti sama juga kita telah mendapatkan ORI-12 dengan harga diskon atau harga murah. Karena kalo memang Yield Obligasi Negara dengan tenor 3 tahun yang dimnati oleh investor pasar saat ini hanya 8,59%, itu artinya adalah sama dengan obligasi negara yang bertenor 3 tahun itu seharusnya harganya sekitar 101 %. (...hayooo masih ingat menghitung harganya dengan rumus YTM obligasi kan... hehehe)
Jadi, ORI012 dengan kupon 9% yang ditawarkan saat ini adalah lebih bagus dibandingkan Obligasi Negara bertenor 3 tahun lainnya.
Dengan kata lain, daripada beli obligasi negara 3 tahun dengan harga 101 %, ya sudah pasti lebih baik beli ORI-12 dengan harga 100% doong ..., karena sama juga kita dapat diskon 1 % kan...!!! hehehehe...
Coba bayangkan, kalo temen2 beli ORI-12, berati sekarang aja udah dapat barang diskon, nah...apalagi kalo benar memang BI-Rate akan jadi diturunkan oleh Bank Indonesia..., waaah...kebayang gak tuh nanti ORI-12 nya bakal naik ke harga berapa..... hahahaha..
Kali ini saya mau sharing tentang Penawaran ORI-12 di Pasar Perdana kali ini sbb.;
1) Saya dapat data dari teman yang mengambil info harga pasar Obligasi Negara bertenor 3 tahun saat ini (copy data bloomberg terlampir), dari data tersebut saya lihat Yield To Maturity (YTM) obligasi negara bertenor 3 tahun saat ini adalah 8,59%. Jadi, saat ini obligasi negara bertenor 3 tahun banyak diminati oleh investor dengan Yield 8,59 %.2) ORI-12 bertenor 3 tahun dengan Kupon 9% yang sedang ditawarkan saat ini di pasar perdana adalah dengan harga par atau 100% atau juga dengan YTM 9% pa.
3) Berarti kalau kita lihat harga ORI-12 yang ditawarkan dengan harga 100% (at par).jika dibandingkan YTM Obligasi Negara tenor 3 tahun yang diminati dan ditransaksikan oleh investor di pasar saat ini (Yield 8,59%), maka terlihat bahwa dengan membeli ORI-12 di harga 100% itu berarti sama juga kita telah mendapatkan ORI-12 dengan harga diskon atau harga murah. Karena kalo memang Yield Obligasi Negara dengan tenor 3 tahun yang dimnati oleh investor pasar saat ini hanya 8,59%, itu artinya adalah sama dengan obligasi negara yang bertenor 3 tahun itu seharusnya harganya sekitar 101 %. (...hayooo masih ingat menghitung harganya dengan rumus YTM obligasi kan... hehehe)
Jadi, ORI012 dengan kupon 9% yang ditawarkan saat ini adalah lebih bagus dibandingkan Obligasi Negara bertenor 3 tahun lainnya.
Dengan kata lain, daripada beli obligasi negara 3 tahun dengan harga 101 %, ya sudah pasti lebih baik beli ORI-12 dengan harga 100% doong ..., karena sama juga kita dapat diskon 1 % kan...!!! hehehehe...
Coba bayangkan, kalo temen2 beli ORI-12, berati sekarang aja udah dapat barang diskon, nah...apalagi kalo benar memang BI-Rate akan jadi diturunkan oleh Bank Indonesia..., waaah...kebayang gak tuh nanti ORI-12 nya bakal naik ke harga berapa..... hahahaha..
================================================================================
Diposkan oleh alwas kurniadi Yarman
Kejar Program Diskon...
Konsisten Membeli Saat Harga Sedang Murah
“Nggak apa2 kok Ma, yang namanya lagi ada program diskon ya pasti ramai-lah orang pada belanja” jawab saya sambil tersenyum.
Jakarta, Oktober 2015.
Ibu Rumah Tangga VS Investor Pasar Modal
Sore tadi sambil nunggu isteri belanja di Lotte Mart, iseng2 saya nongkrong ngopi sambil buka laptop di kafe tepat didepan Lotte Mart. Lumayan juga lamanya nunggu isteri belanja, kurang lebih hampir sebungkus rokok habis untuk menunggu dia selesai berbelanja.
Kelihatan memang lumayan ramai banyak orang pada belanja dan antri di counter kasir, dan kelihatan sekali banyak ibu-ibu menenteng dan membawa hasil belanjanya dengan kereta dorong (trolley) yang penuh dengan barang belanjaan.
Setelah beberapa jam kemudian, sambil mendorong trolley berisi penuh barang belanjaan isteri saya kembali menghampiri saya di kafe tempat saya menunggu.
“Sorry, kelamaan ya Pa nunggunya?, tadi udah rame banget yang belanja terus panjang pula antrian waktu mau bayar di kasir” kata isteri saya. “Biasa-lah, kalo lagi pas ada waktu program diskon, memang selalu rame begini disini” sambungnya lagi.“Nggak apa2 kok Ma, yang namanya lagi ada program diskon ya pasti ramai-lah orang pada belanja” jawab saya sambil tersenyum.
Setelah kejadian sore tadi di Lotte Mart, saya malamnya jadi ingat dengan seminar yang pernah saya ikuti waktu beberapa tahun lalu. Dalam seminar tersebut disampaikan bahwa terkadang Ibu-ibu rumah tangga sebenarnya lebih hebat dalam melihat situasi untuk membeli, dibanding para investor intelek di Pasar Modal.
Alasan nya adalah; terlepas dari hasrat konsumtif yang tinggi dikalangan ibu-ibu rumah tangga dalam berbelanja, tetapi ternyata ibu-ibu rumah tangga sekarang ini sudah banyak yang lebih pandai memilih waktu untuk berbelanja. Sekarang ini banyak ibu-ibu yang langsung menyerbu untuk belanja pada waktu ada program diskon di suatu swalayan atau departmen store, karena justeru banyak barang belanjaan yang dijual dengan harga murah selama program diskon diselenggarakan.
“How do people respond when there’s a significant markdown in prices at their favorite department store? They run into the store searching for bargains”
"How do they respond when there is a significant markdown in prices in the stock market? They often run out of the store and don’t return untill prices get back full retail”.
Nah, jika kita bisa ambil hal positif dari cara belanja ibu-ibu tersebut, mungkin sudah seharusnnya kita melihat peluang berinvestasi di bursa saham kita saat ini. Mengingat sudah jauh turunya harga saham dibursa saat ini maka merupakan waktu yang bagus untuk kita membeli saham atau obligasi, bahkan bisa juga membeli reksadana saham saat ini. Jangan malah kita pada panik dan menjual portofolio investasi kita pada saat pasar lagi diskon, eeh maksudnya ... jangan kita malah “panic-selling” ketika pasar lagi turun jauh seperti kondisi saat sekarang ini.
Alwas Kurniadi
The Influential People in Indonesia
Senang banget rasanya bisa ketemu teman-teman lama. Setelah 10 tahun lebih gak pernah kumpul ketemuan bareng, gak disangka jumat malam week-end kemaren beberapa teman-teman anggota Jakarta Private Bankers Club (JPBC) kumpul reunian di salah satu Kafe di Pacific Place Jakarta.
Coba saja bayangkan, seandainya mereka dalam posisinya sebagai Inonesian Private Banker dan Wealth Manager, mempengaruhi para nasabahnya untuk menarik balik semua dana penempatannya yang ada di luar negeri untuk ditempatkan ke dalam negeri ini, wah... mungkin perekonomian negara kita akan jauh lebih maju dibanding negara tetangga kita Singapura (karena memang diperkirakan hampir sekitar USD. 300 Milyar lebih harta kekayaan warga negara Indonesia yang ditempatkan di perbankan Singapura, atau sekitar hampir 65% dari total USD. 470 Milyar AUM Private Banking di Singapura pada periode tahun 2014-2015 ini).
Atau bahkan misalnya, para Private Banker dan Wealth Manager ini bisa mempengaruhi para nasabah kaya tersebut untuk mengkonversi sebagian besar dananya kedalam rupiah,...hmmm..pasti nilai tukar rupiah kita akan jauh menguat tidak seperti kondisi sekarang.
Tetapi asal jangan malah sebaliknya, jangan sampai malah mereka mempengaruhi para nasabahnya malah untuk berduyun-duyun memindahkan dananya ke luar negeri atau membeli dollar..... hahahaha...!
JPBC’er, You are the Private Banker and Wealth Manager,
You are all the influential people in Indonesia !!!
Banyak hal yang seru ketika acara kumpul alias reunian para Private Bankers dan Wealth Manager (walaupun saat ini beberapa diantaranya sudah ada yang berprofesi lain), ngobrol nostalgia kejadian-kejadian waktu lebih dari 10 tahun yang lalu, dan ada juga yang asyik bercerita pengalaman hidupnya masing-masing selama sepuluh tahun belakangan ini.
Beberapa teman yang hadir di acara reunian itu ada yang sudah menjadi Direktur Bank, ada yang sudah menjadi Senior Private Banker di luar negeri, dan ada juga yang sudah beralih profesi menjadi pengusaha hebat atau bahkan menjadi Isteri orang hebat....hehehe.
Yaa judulnya “Happy” banget kita bisa kumpul lagi, mengingat paguyuban JPBC yang menjadi payung kita pertama kali berkumpul dan berkenalan ternyata masih berkesan di hati kita masing-masing.
Terlebih buat saya pribadi, bangga sekali rasanya bisa menjadi bagian dari komunitas yang hebat ini. Mengingat betapa sulitnya pada awal waktu dulu, tepatnya 13 (tigabelas) tahun yang lalu, saya dan beberapa rekan dari Bank Lokal dan 1 (satu) orang Banker Asing berjuang menyatukan mereka para Private Banker dan Wealth Manager lokal dan asing untuk bisa dan mau bersatu dalam satu paguyuban atau istilah kerennya adalah Asosiasi Private Banker dan Wealth Manager.
JPBC yang dibentuk sekitar 13 tahun lalu itu, atau tepatnya kita dirikan pada tahun 2002, beranggotakan para Private Banker dan Wealth Manager yang mempunyai latar belakang baik dari Perbankan Lokal maupun Bank Asing yang ada di Indonesia.
Waaah..., kalo di ingat-ingat lagi kejadian belasan tahun lalu, dimana kita JPBC’ers bersama para Financial Planner dan sekelompok mahasiswa UI, dalam upaya merintis memperkenalkan “Wealth Management & Financial Planning” ke teman-teman lainnya melalui diskusi dan training yang pernah kita buat... dimana belum ada satu pun organisasi serupa yang melakukannya, seru banget untuk dikenang dan TOP BGT deh..!
Buat saya pribadi, mereka para JPBC’er atau para Private Banker dan Wealth Manager yang bergabung dalam paguyuban JPBC, adalah merupakan orang-orang dan pribadi yang mempunyai pengaruh besar dalam perkembangan ekonomi negara ini. Karena mereka rata-rata memiliki dan mengelola nasabah-nasabah High Networth Individual (HNI), yang rata-rata nasabahnya memiliki aset kekayaan puluhan bahkan ratusan milyar rupiah lebih.
Coba saja bayangkan, seandainya mereka dalam posisinya sebagai Inonesian Private Banker dan Wealth Manager, mempengaruhi para nasabahnya untuk menarik balik semua dana penempatannya yang ada di luar negeri untuk ditempatkan ke dalam negeri ini, wah... mungkin perekonomian negara kita akan jauh lebih maju dibanding negara tetangga kita Singapura (karena memang diperkirakan hampir sekitar USD. 300 Milyar lebih harta kekayaan warga negara Indonesia yang ditempatkan di perbankan Singapura, atau sekitar hampir 65% dari total USD. 470 Milyar AUM Private Banking di Singapura pada periode tahun 2014-2015 ini).
Atau bahkan misalnya, para Private Banker dan Wealth Manager ini bisa mempengaruhi para nasabah kaya tersebut untuk mengkonversi sebagian besar dananya kedalam rupiah,...hmmm..pasti nilai tukar rupiah kita akan jauh menguat tidak seperti kondisi sekarang.
Tetapi asal jangan malah sebaliknya, jangan sampai malah mereka mempengaruhi para nasabahnya malah untuk berduyun-duyun memindahkan dananya ke luar negeri atau membeli dollar..... hahahaha...!
Pokoknya, saya senang banget bisa menjadi bagian dari komunitas ini, buat saya para Private Banker dan Wealth Manager ini adalah orang yang sebenarnya bisa memiliki pengaruh besar dalam roda perekonomian negara kita.
I’m proud to be part of this club,
JPBC’er, You are the Private Banker and Wealth Manager,
You are all the influential people in Indonesia !!!
Literasi Keuangan dan Pertumbuhan Ekonomi
Pada tanggal 30 Agustus 2014, dalam laporan 2015 ASEAN Business Outlook Survey, disampaikan bahwa Indonesia menempati peringkat teratas sebagai target lokasi para pengusaha AS untuk memperluas bisnisnya di kawasan ASEAN. Sebanyak 41 pengusaha asal AS mengaku jatuh hati pada pesona bisnis Indonesia. Sementara itu, Vietnam dan Malaysia masing-masing berada di posisi kedua (37 persen) dan ketiga (35 persen).
Namun demikian, betapa banyaknya pujian atas pesona ekonomi Indonesia dan daya tahan kuat perekonomian nya dalam menghadapi gejolak ekonomi dan keuangan global, justeru kita sebagai bangsa Indonesia harus berwaspada dan melakukan intropeksi diri “apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah benar-benar baik, dan dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan ?”
Berdasarkan survei indeks MasterCard, untuk seluruh negara Asia Pasifik yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat terendah ketiga. Khusus komponen indeks investasi, posisi Indonesia terbelakang di antara seluruh negara Asia Pasifik.
Pesona ekonomi Indonesia tersebut bukanlah merupakan hal yang baru dan terlalu mengejutkan, Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012 merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan secara tahunan ekonomi Indonesia tumbuh 6,2% atau ketiga tertinggi di kawasan Asia, setelah China 7,8% dan Filipina 6,6%. Pendapatan per kapita di Indonesia pun naik hampir dua kali lipat dalam lima tahun terakhir menjadi US$3.562 di 2012 dari US$1.916 di 2007.
Bahkan, pada tahun 2013, walaupun terjadi perlambatan dalam laju pertumbuhan ekonomi Indonesia, sehingga pertumbuhan untuk keseluruhan tahun 2013 berada pada kisaran 5,8%. Apabila dibandingkan dengan negara-negara G-20 (Indonesia menjadi anggota kelompok G-20 sejak tahun 2008 dan pada tahun 2013 telah menduduki peringkat perekonomian terbesar ke-15), maka tingkat pertumbuhan Indonesia tersebut masih berada di urutan ke-2 setelah China dan di atas rata-rata tingkat pertumbuhan dunia yang pada tahun 2013 diprediksi sebesar 3,3%
Pertumbuhan IHSG (Indeks Harga Saham) atas transaksi di Bursa Efek Indonesia, naiknya volume Cadangan Devisa Negara dan meningkatnya jumlah Investasi Langsung Modal Asing ke Indonesia juga menunjukan pesatnya maju pertumbuhan ekonomi Indonesia belakangan ini, khususnya setelah kondisi krisis ekonomi global tahun 1998 tempo dulu.
Namun demikian, betapa banyaknya pujian atas pesona ekonomi Indonesia dan daya tahan kuat perekonomian nya dalam menghadapi gejolak ekonomi dan keuangan global, justeru kita sebagai bangsa Indonesia harus berwaspada dan melakukan intropeksi diri “apakah pertumbuhan ekonomi Indonesia sudah benar-benar baik, dan dapat memberikan kemakmuran dan kesejahteraan ?”
Karena selain dari data dan angka-angka yang mempesona tersebut diatas, masih ada hal lain yang saat ini penting untuk kita cermati dan waspadai, yaitu masalah “Middle Income Trap” dan “Kesenjangan Pendapatan Masyarakat” serta “Tingkat Literasi Keuangan Masyarakat”
· Middle Income Trap (Perangkap Negara Berpendapatan Menengah)
Sebelum 1990 Indonesia masuk dalam kelompok Low Income country (USD PPP 2005), Sejak 1990–sekarang: Indonesia tergolong Lower Middle Income Country.
“Middle Income Trap” yaitu fenomena kondisi perekonomian suatu negara yang telah berhasil masuk dalam kelompok middle income namun kemudian mengalami stagnasi dalam jangka waktu cukup lama dan tidak berhasil naik ke kelompok high income. Kondisi ini menunjukkan posisi suatu negara berada di tengah-tengah antara kelompok produsen dengan upah murah (low wage producer) dan kelompok produsen berketrampilan tinggi dan inovatif (highly skilled-innovation producer), sehingga negara tersebut kehilangan keunggulan terkait upah murah dan tidak dapat berkompetisi dengan negara maju.
Salah satu negara yang diidentifikasi ADB berada dalam kelompok LMI adalah Indonesia, dengan melihat perkembangan tahun 2013 dimana pendapatan perkapita masih berkisar $ 5.170 (ppp harga konstan 1990), maka ADB memastikan bahwa Indonesia telah masuk dalam perangkap lower middle income (LMIT).
Selain masalah “Middle Income Trap” tersebut diatas, masalah yang ada muncul dalam “middle income class” di Indonesia” adalah ternyata mereka berprilaku kian konsumtif. Sekitar ¾ pengeluran rumah tangga kelas menengah dialokasikan untuk konsumsi mulai darikebutuhan sehari-hari (41%), mencicil hutang (12%), berkomunikasi seperti telepon dan berinternet (9%), dan menikmati hiburan (7%). Hanya seperempat dari pendapatan ditabung (16%) dan diinvesasikan (3%).
· Kesenjangan Pendapatan Masyarakat
Meskipun pendapatan perkapita suatu negara selalu meningkat hingga mencapai tingkatan yang lebih maju dan sejahtera, namun pendapatan perkapita dapat bias pada suatu kelompok tertentu yang lebih mampu meraih manfaat dari pertumbuhan perekonomian. Dalam hal ini, adanya ketidak-merataan produktivitas sehingga menyebabkan kesenjangan yang semakin melebar (kesenjangan antar wilayah, kesenjangan antar sektor ekonomi, dan kesenjangan pendapatan).
Keterangan : Pengukuran menggunakan “GINI Ratio”, apabila koefisien Gini bernilai 0 berarti pemerataan sempurna, sedangkan apabila bernilai 1 berarti ketimpangan sempurna.
Tingkat kesenjangan pendapatan penduduk di Indonesia semakin meningkat, dari 0,33 pada tahun 2004 menjadi 0,37 (2009) dan terus meningkat hingga mencapai 0,41sejak tahun 2011. Angka indeks tersebut menunjukkan bahwa porsi pendapatan terhadap PDB dari 40% penduduk berpendapatan terendah terhadap pendapatan nasional mengalami penurunan dari 20,22% (2004) menjadi 16,86% (2011), begitu pula porsi dari 40% penduduk berpendapatan menengah menurun dari 36,9% menjadi 34,7%, sedangkan 20% penduduk berpendapatan tertinggi justru mengalami peningkatan dari 42,09% menjadi 48,41%.
Hal ini menunjukkan bahwa kelompok berpendapatan tertinggi mendapatkan manfaat yang lebih besar dalam perekonomian dibandingkan kelompok berpendapatan terendah dan menengah.
Dan justeru Menurut Bambang Brodjonegoro (Wakil Menteri Keuangan); “yang mengganggu dari masalah middle income trap adalah disparitas atau kesenjangan, baik disparitas pendapatan antar kelompok masyarakat maupun disparitas antar daerah”.
· Literasi Keuangan (Financial Literacy)
Literasi keuangan (Financial Literacy) adalah tingkat pengetahuan dasar masyarakat tentang keuangan, yaitu mencakup keterampilan dalam hal mengelola keuangannya (mendapatkan-membelanjakan, menabung, investasi dan meminjam uang). Tingkat pemahaman masyarakat akan literasi keuangan akan menjadi bekal penting dalam setiap pengambilan keputusan keuangan yang dapat meningkatkan sumber daya keuangannya, dan mendorong akses kedalam sistem keuangan.
Tingkat literasi keuangan di negara-negara maju lebih tinggi dibandingkan di negara-negara sedang berkembang, dan salah satu permasalahan yang mengemuka di Indonesia adalah kesenjangan sektor keuangan yang masih terbilang tinggi jika dibandingkan negara-negara tetangga. Kesenjangan sektor keuangan di Indonesia tidak hanya menyangkut keterjangkauan (inklusi), tetapi juga tentang pemahaman (literasi).
Berdasarkan survei indeks MasterCard, untuk seluruh negara Asia Pasifik yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat terendah ketiga. Khusus komponen indeks investasi, posisi Indonesia terbelakang di antara seluruh negara Asia Pasifik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah melakukan survei nasional mengenai tingkat Literasi Keuangan masyarakat Indonesia, Survei Nasional Literasi Keuangan dilakukan pada Semester I tahun 2013 di 20 provinsi dengan melibatkan jumlah responden sebanyak 8.000 orang. Dari Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan pada 8.000 responden, diketahui bahwa hanya 21,84% penduduk Indonesia tergolong memiliki tingkat literasi keuangan baik.
Hasil survey lainnya adalah sbb.:
Dari permasalahan yang dihadapi tersebut diatas, jelas tampak bahwa walaupun laju pertumbuhan ekonomi Indonesia belakangan ini menunjukan angka yang mempesona, tetapi jika kita mencermati permasalahan yang tengah dihadapi saat ini; (1)Middle Income Trap (Perangkap Negara Berpendapatan Menengah), dan (2) Ketidak-merataan produktivitas, serta (3)Rendahnya Tingkat Literasi Keuangan Masyarakat, maka angka-angka yang mempesona tersebut adalah merupakan hal yang semu semata.
Dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini masih belum kokoh (baca: rapuh) dan belum inklusif (karena karena masih ada sebagian kelompok yang belum menikmati).
Permasalahan “Middle Income Trap” dan “Ketidak-merataan produktivitas” serta “Rendahnya Tingkat Literasi Keuangan Masyarakat” adalah permasalahan kritis yang saling terkait dan harus segera diselesaikan. Keterkaitan ini dapat dilihat sbb.:
· Rendahnya tingkat literasi keuangan seseorang, akan menyebabkan orang tersebut cenderung berprilaku konsumtif dan boros.
· Berdasarkan survey, middle income class Indonesia menunjukan prilaku yang semakin konsumtif dan cenderung boros.
· Yang sangat mengganggu dalam middle income trap adalah disparitas atau kesenjangan, baik disparitas pendapatan antar kelompok masyarakat maupun disparitas antar daerah”. (Bambang Brodjonegoro)
· Literasi keuangan di tingkat mikro menjadi fondasi ekonomi di tingkat makro. Masyarakat yang paham soal keuangan akan punya kebiasaan menabung dan investasi, serta lebih bijaksana dalam konsumsi dan berhutang, merupakan perilaku bagi struktur ekonomi yang kokoh.
Oleh karena itu, sebagai salah satu strategi untuk menciptakan “pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan sekaligus inklusif”, maka upaya pemerintah (baca: OJK) dalam meningkatkan tingkat literasi keuangan diseluruh kalangan masyarakat Indonesia adalah merupakan suatu upaya yang sangat tepat.
Upaya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam meningkatkan pengetahuan, pemahaman serta penggunaan produk dan jasa keuangan oleh masyarakat menjadi sangat penting untuk meningkatkan tingkat literasi keuangan masyarakat.
Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia
Menurut penilaian Deputi Gubernur Bank Indonesia, M.Hadad, perekonomian nasional tidak akan mudah tergoyahkan atau terimbas oleh berbagai krisis keuangan dunia jika masyarakat memahami sistem keuangan (Kompas, 21 Oktober 2008).
· Banyaknya masyarakat yang tidak mengerti tentang finansial menyebabkan banyak masyarakat yang mengalami kerugian, baik akibat penurunan kondisi perekonomian dan inflasi atau karena berkembangnya sistem ekonomi yang cenderung boros karena masyarakat semakin konsumtif.
· Masyarakat banyak yang memanfaatkan kredit rumah dan kartu kredit , tetapi karena pengetahuannya minim, tidak sedikit yang mengalami kerugian atau sering terjadi perbedaan perhitungan antara konsumen dan bank.
· Banyak masyarakat yang tidak berinvestasi ataupun tidak bisa mengakses pasar modal dan pasar uang, karena memang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hal tersebut.
Pada tanggal 19 November 2013 secara resmi telah diluncurkan Cetak Biru Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia.
Strategi tersebut merupakan rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan : Pengetahuan (knowledge); keterampilan (skill); dan keyakinan (confidence) masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik.
Strategi Nasional Literasi Keuangan merupakan program strategis yang sama pentingnya dengan program-program nasional lainnya, dan merupakan program nasional yang bersifat jangka panjang yang dalam implementasinya melibatkan banyak pihak.
Melalui Literasi Keuangan diharapkan masyarakat dapat memperoleh pemahaman mengenai lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan. Hal dimaksud, lebih lanjut diharapkan mampu mendorong peningkatan pemanfaatan produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Kondisi ini pada gilirannya akan memotivasi sektor jasa keuangan untuk meningkatkan edukasi dan mengembangkan produk dan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan berbagai lapisan masyarakat.
Literasi keuangan di tingkat mikro menjadi fondasi ekonomi di tingkat makro. Masyarakat yang paham soal keuangan akan punya kebiasaan menabung dan investasi, serta lebih bijaksana dalam konsumsi dan berhutang, merupakan perilaku bagi struktur ekonomi yang kokoh.
Melalui pelaksanaan program Strategi Nasional Literasi Keuangan secara terarah dan terukur, diharapkan masyarakat bukan hanya menjadi well literate dalam masalah keuangan, namun juga menjadi masyarakat yang mampu mengelola keuangan dengan baik yang pada akhirnya mendorong terciptanya masyarakat Indonesia yang sejahtera.
Jakarta,
Alwas Kurniadi, CWM., RFC
Alwas Kurniadi, CWM., RFC
BNI Financial Literacy Program
Literasi Keuangan (Financial Literacy)
Literasi keuangan (Financial Literacy) adalah tingkat pengetahuan dasar masyarakat tentang keuangan, yaitu mencakup keterampilan dalam hal mengelola keuangannya (mendapatkan-membelanjakan, menabung, investasi dan meminjam uang). Tingkat pemahaman masyarakat akan literasi keuangan akan menjadi bekal penting dalam setiap pengambilan keputusan keuangan yang dapat meningkatkan sumber daya keuangannya, dan mendorong akses kedalam sistem keuangan.
Tingkat literasi keuangan di negara-negara maju lebih tinggi dibandingkan di negara-negara sedang berkembang, dan salah satu permasalahan yang mengemuka di Indonesia adalah kesenjangan sektor keuangan yang masih terbilang tinggi jika dibandingkan negara-negara tetangga. Kesenjangan sektor keuangan di Indonesia tidak hanya menyangkut keterjangkauan (inklusi), tetapi juga tentang pemahaman (literasi).
Berdasarkan survei indeks MasterCard, untuk seluruh negara Asia Pasifik yang disurvei, Indonesia menduduki peringkat terendah ketiga. Khusus komponen indeks investasi, posisi Indonesia terbelakang di antara seluruh negara Asia Pasifik.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah melakukan survei nasional mengenai tingkat Literasi Keuangan masyarakat Indonesia, Survei Nasional Literasi Keuangan dilakukan pada Semester I tahun 2013 di 20 provinsi dengan melibatkan jumlah responden sebanyak 8.000 orang. Dari Survei Nasional Literasi Keuangan yang dilakukan pada 8.000 responden, diketahui bahwa hanya 21,84% penduduk Indonesia tergolong memiliki tingkat literasi keuangan baik.
Hasil survey lainnya adalah sbb.:
Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia
Menurut penilaian Deputi Gubernur Bank Indonesia, M.Hadad, perekonomian nasional tidak akan mudah tergoyahkan atau terimbas oleh berbagai krisis keuangan dunia jika masyarakat memahami sistem keuangan (Kompas, 21 Oktober 2008).
· Banyaknya masyarakat yang tidak mengerti tentang finansial menyebabkan banyak masyarakat yang mengalami kerugian, baik akibat penurunan kondisi perekonomian dan inflasi atau karena berkembangnya sistem ekonomi yang cenderung boros karena masyarakat semakin konsumtif.
· Masyarakat banyak yang memanfaatkan kredit rumah dan kartu kredit , tetapi karena pengetahuannya minim, tidak sedikit yang mengalami kerugian atau sering terjadi perbedaan perhitungan antara konsumen dan bank.
· Banyak masyarakat yang tidak berinvestasi ataupun tidak bisa mengakses pasar modal dan pasar uang, karena memang tidak memiliki pengetahuan yang cukup mengenai hal tersebut.
Pada tanggal 19 November 2013 secara resmi telah diluncurkan Cetak Biru Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia.
Strategi tersebut merupakan rangkaian proses atau aktivitas untuk meningkatkan : Pengetahuan (knowledge); keterampilan (skill); dan keyakinan (confidence) masyarakat luas sehingga mereka mampu mengelola keuangan pribadi dengan lebih baik.
Melalui pelaksanaan program Strategi Nasional Literasi Keuangan secara terarah dan terukur, diharapkan masyarakat bukan hanya menjadi well literate dalam masalah keuangan, namun juga menjadi masyarakat yang mampu mengelola keuangan dengan baik yang pada akhirnya mendorong terciptanya masyarakat Indonesia yang sejahtera.
Literasi Keuangan merupakan program strategis yang sama pentingnya dengan program-program nasional lainnya, dan merupakan program nasional yang bersifat jangka panjang yang dalam implementasinya melibatkan banyak pihak.
Melalui Literasi Keuangan diharapkan masyarakat dapat memperoleh pemahaman mengenai lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan, termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan. Hal dimaksud, lebih lanjut diharapkan mampu mendorong peningkatan pemanfaatan produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
Kondisi ini pada gilirannya akan memotivasi sektor jasa keuangan untuk meningkatkan edukasi dan mengembangkan produk dan jasa keuangan sesuai dengan kebutuhan berbagai lapisan masyarakat.
Literasi keuangan di tingkat mikro menjadi fondasi ekonomi di tingkat makro. Masyarakat yang paham soal keuangan akan punya kebiasaan menabung dan investasi, serta lebih bijaksana dalam konsumsi dan berhutang, merupakan perilaku bagi struktur ekonomi yang kokoh.
BNI dan Program Literasi Keuangan
Dalam rangka mendukung Program Strategi Nasional Literasi Keuangan tersebut dan dengan menyadari betapa pentingnya untuk memberikan pembelajaran mengenai keuangan kepada masyarakat, PT. Bank Negara Indonesia (Persero)Tbk., membuat suatu terobosan baru yaitu menyediakan sarana bagi masyarakat untuk dapat belajar mengenai keuangan dengan cara yang sederhana dan menyenangkan.
Team Busines Development Segment Emerald di Divisi Customer & Marketing Management BNI membuat inovasi baru dalam hal mengatasi permasalahan masih sedikitnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat Indonesia mengenai pengelolaan dan penggunaan uang.
BNI berhasil menciptakan sarana/alat bagi masyarakat indonesia untuk dapat belajar mengenai keuangan dengan cara yang sederhana dan menyenangkan, alat tersebut diberi nama “BNI Financial Board Game”.
BNI Financial Board Game adalah permainan semacam ‘permainan monopoli’ yang berbentuk alat simulasi pembelajaran tentang Kehidupan sehari-hari dan Keuangan.
Permainan ini sangat menarik dan menyenangkan serta cocok untuk mengasah ketrampilan dan melatih kecerdasan anda dalam mengelola keuangan.
BNI Financial Board Game ini bukan sekedar permainan biasa, disini anda belajar banyak hal tentang bagaimana mengelola keuangan-investasi-asuransi sampai sedekah/charity, yang jika dilatih secara rutin akan mampu mempertajam Financial IQ anda.
Dengan mengalami dan terlibat langsung bermain ‘BNI Financial Board Game’, anda akan dapat dengan lebih mudah dan lebih cepat dalam memahami informasi komplit mengenai seluk beluk dunia keuangan; dari kondisi ekonomi makro, cara membelanjakan uang, sedekah/charity hingga perbedaan karakter berbagai produk investasi dan asuransi yg dapat digunakan sebagai sarana utk menempatkan dana dan melindungi anda.
BNI Financial Board Games dibuat dalam 3 versi, yaitu;
1. BNI Financial Board Game for Professional (Untuk Dewasa)
2. BNI Financial Board Game for Teens (Untuk Remaja dan Mahasiswa)
3. BNI Financial Board Game for Kids (Untuk Anak-Anak)
BNI Financial Board Game akan dapat melatih siapapun yg berminat untuk belajar mempraktekkan cara-cara pengelolaan keuangan secara benar, dan juga dapat membuka wawasan tentang produk bank, investasi dan asuransi, serta mengajarkan cara berinvestasi seperti yg dilakukan oleh mereka yg kaya & sukses.
Jakarta,
Alwas Kurniadi, CWM.,RFC.
INDONESIAN WEALTH MANAGEMENT INDUSTRY 2013
Indonesia stands out as being the most confident and ambitious market in Asia.
Indonesia has been enjoying an unprecedented economic boom not seen since its independence in 1945, the new wealth creation has spread from Jakarta to many other provinces covering the whole archipelago.
The global private banking industry was estimated to have AuM of just over US$16.5 trillion in 2011. The Indonesian wealth management sector accounts for approximately US$16.6 billion of this, which equates to 0.1% of the global total.
There are 626 UHNWIs in Indonesia. Jakarta is home to the largest portion of them (55% or 345 of UHNWIs). There are also sizable Indonesian UHNWI populations in Bali (35 UHNWIs), Surabaya (23 UHNWIs), Bandung (20 UHNWIs) and Medan (18 UHNWIs).
Indonesia Wealth Management market has been increasing by leaps and bounds. According to a recent report published on Asia’s wealth market, Indonesia will experience the fastest HNWI (high net worth individuals) growth rate among Asian countries of 25 per cent between 2010 and 2015.
The report, co-published by Swiss private banking group, Julius Baer and CLSA, states that by 2015, the number of HNWIs in Indonesia will increase to 99,000, with a stock wealth of $487bn. The report estimates that HNWI wealth will grow at approximately 21 per cent without currency gains or around 30 per cent per annum, taking into account rupiah appreciation.
Earlier, the wealth management market was dominated by foreign banks. But as the market developed, local banks started taking the lead. Right now, foreign banks’ advantage is being rapidly eroded. Local banks have stepped up their game and with their vast distribution network, are in a position to capture the market.
Now, Local and foreign banks are equally positioned. Local banks have indeed positioned themselves very strongly and created a very viable wealth management proposition.
Since in an effort to protect the banking sector and their customers from external maladies in light of the recent financial crisis, the regulator no longer allows banks to provide offshore solutions. Banks cannot offer offshore mutual funds to the customers.
Banks also cannot structure products linked to equities, only currency.
The enhanced regulatory oversight by the central bank (Bank Indonesia) has had a positive impact. Since the enhancements were introduced in 2011 (SE BI No. 13/29/DPNP Dated 9 December 2011), the regulatory environment for the wealth management market in Indonesia is now more robust when it comes to the management of clients’ investments and their risk profiles.
This has raised the bar for the wealth management industry to further lift service standards, improve risk management and put clients’ interests first.
Therefore, to succeed in this important client segment, local banks need to focus more on their service and quality of their advisory processes, rather on the products they sell.
The Parts for Success
Diposkan oleh alwas kurniadi Yarman
“Dalam melakukan transaksi valuta asing (forex trading), keterampilan untuk mengestimasi arah dan perubahan harga pada pasar valuta asing adalah merupakan cara yang cukup baik dalam memanfaatkan peluang akibat perubahan harga valuta asing tersebut”
Analisa teknikal adalah merupakan salah satu cara yang cukup berguna dalam membantu investor untuk mengestimasi arah dan perubahan harga pada pasar valuta asing. Analisis teknikal merupakan analisis terhadap pola pergerakkan harga di masa lampau dengan tujuan untuk meramalkan pergerakkan harga di masa yang akan datang.
Analisa teknikal dapat didefinisikan sebagai bidang yang mempelajari dinamika pasar, khususnya melalui pemakaian bagan/chart untuk tujuan meramalkan trend pergerakan harga. Dinamika pasar disini mencakup antara lain harga komoditi dan volume transaksi, tetapi pada umumnya dinamika pasar sering disinonimkan oleh dinamika harga karena sebagian besar kegiatan analisa teknis adalah memantau pergerakan harga di pasar.
Kegunaan Analisis Teknikal
Analisa teknikal dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menggambarkan pergerakan harga dipasar valuta asing baik yang bersifat jangka pendek, seperti day trading maupun yang berjangka waktu lebih panjang ke dalam suatu grafik atau bagan, dengan tujuan untuk mengidentifikasi trend melalui berbagai perangkat.
Ada tiga kekuatan utama dalam analisis teknikal yaitu:
1. Kekuatan utama analisis teknikal terletak pada sifatnya yang fleksibel terhadap setiap perubahan yang terjadi. Fleksibel analisis teknikal ini terletak pada metode analisis serta indikator-indikator yang digunakan sebagai alat bantu dalam melakukan suatu prediksi nilai tukar mata uang. Seorang analis teknikal yang mempunyai spesialisasi dalam menganalisis pergerakan nilai tukar suatu mata uang tertentu dapat dengan mudah mengaplikasikan metode analisis teknikal yang telah dimilikinya untuk melakukan analisis terhadap jenis mata uang lain. Metode teknikal dapat digunakan untuk meramalkan pergerakan berbagai jenis mata uang. Jadi, dalam penggunaannya tidak terdapat batasan.
2. Keunggulan analisis teknikal juga terletak pada fleksibelitas penerapannya di berbagai jenis pasar yang hendak dimasuki. Seorang investor yang telah terbiasa menggunakan analisis teknikal dalam transaksi perdagangan di pasar Spot dapat dengan mudah melakukan transisi apabila ia ingin menggunakan analisis tersebut dalam transaksi di pasar Futures. Ini bisa terjadi karena metode analisis teknikal yang diterapkan adalah sama, baik untuk pasar Spot maupun Futures, sehingga dapat diaplikasikan ke berbagai jenis pasar yang hendak dimasuki. Jadi, sehubungan dengan jenis pasar yang hendak dimasuki, tidak terdapat batasan bagi seorang investor untuk menerapkan analisis teknikal.
3. Keunggulan analisis teknikal lainnya yaitu dapat menggambarkan hasil analisa terhadap berbagai faktor nonkuantitatif dan faktor psikologi pasar (perilaku investor, sperti sifat tamak, takut, dan lain-lain) yang tidak dapat dianalisis dengan menggunakan indikator-indikator dalam analisis fundamental.
==Alwas Kurniadi==
Langganan:
Postingan (Atom)